Showing posts with label Macet. Show all posts
Showing posts with label Macet. Show all posts

Monday, July 11, 2016

Ingin Jakarta Bebas Macet? Jangan Pergi Ke Jakarta!



Dear temans,

Jumpa lagi dengan Mama Lala disini....
Maaf, sudah lama tidak posting tulisan karena keasyikan jalan-jalan dengan ponakan-ponakan tercinta saya dari Papua. Adik perempuan saya yang rumahnya di Papua, tiap kali ketemuan selalu ngajak jalan-jalan terus, mumpung di Jawa katanya. Sampe kaki pegel-pegel karena harus berjibaku dengan kemacetan tiap kali sampai di tempat wisata. Sekali-kali menyenangkan adik, karena juga jarang ketemu.
Gimana liburan Anda selama Idul Fitri?Pastinya juga menyenangkan bukan? 

My little sister and I (sok inggris ya)

Di hari Raya Idul Fitri ini tak hanya kaum dewasa saja yang bergembira, anak-anakpun dibuat senang karena mendapat angpao dari tante-tante, om, eyang. Yang jumlahnya lumayan fantastis he..he...sampai-sampai si kakak berseloroh, enak ya mah kalau Idul Fitri dapat uang banyak. Rencananya anak-anak inginnya sebagian ditabung dan sebagian lagi untuk membeli buku-buku cerita kesukaan mereka. Saya sih terserah mereka saja.

Liburan Idul Fitri ini seperti biasa saya berkunjung ke desa Kakek Nenek saya di Boyolali. Letaknya masih masuk ke dalam dari Kota. Nama desanya lupa he..he..Kalau tidak salah Desa Kemusuk. Lumayan terpencil. 

Saya suka sekali pergi ke desa, lantaran disana pemandangannya masih sejuk.  Udaranya segar, masih banyak suara burung disana sini. Kakek Nenek saya seorang petani tulen, mereka dulunya juga memelihara beberapa ekor sapi dan ayam. Tetapi, karena sekarang keduanya sudah almarhum sapinya dipelihara oleh Bulik saya. Rumah Nenek saya sangat besar, berbentuk joglo dengan halaman yang sangat luas, mungkin muat untuk dibangun 4-5 rumah. Di depannya terdapat pohon sawo, pohon jengkol, pohon mangga, dan pohon kelapa. 

Akses menuju rumah Nenek sekitar 10 km dari jalan raya, dengan jalanan yang tidak rata alias gronjal-gronjal. Separuh diaspal, separuh tidak. Ada kalanya terbersit rasa malas juga ingin pergi kesana kalau tidak karena ibu saya yang berpesan untuk selalu memelihara silaturahmi dengan saudara-saudaranya di desa. 

Pembangunan desa Nenek saya sudah lumayan maju dibandingkan 10 tahun yang lalu ketika saya belum menikah. Waktu itu, jalan belum diaspal, dulu hanya sebagian kecil orang yang memiliki sepeda motor sebagai transportasi ojek. Sekarang, hampir semua orang di desa Nenek memiliki sepeda motor. 

Rata-rata orang di desa Nenek saya adalah petani, menggarap sawah sendiri atau sawah orang lain. Anak-anak mereka juga rata-rata berpendidikan rendah. Pada awalnya mereka juga bertani seperti ayah ibunya. Namun, lambat laun karena menganggap bahwa bertani kurang menghasilkan dan kurang bisa mengubah taraf hidup mereka, banyak diantara mereka yang hijrah ke Jakarta atau menjadi TKW di luar negeri. Patut disayangkan memang. 
Sekarang, hanya sebagian kecil orang desa yang benar-benar memelihara sawahnya. Rata-rata mereka memperkerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Kemudian, hasilnya dibagi dua.

Jakarta tampaknya masih menjadi pesona bagi banyak orang untuk mengadu nasib hingga sekarang. Karenanya, hampir tiap tahun orang dari desa pergi ke kota Jakarta bersamaan dengan hari raya Idul Fitri. Mereka diiming-imingi dengan gaji yang tinggi. Meskipun, juga kita tidak pernah tahu apakah pekerjaan mereka sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Apalagi, bila mereka memiliki ketrampilan dan pendidikan yang rendah rasanya sulit untuk menaklukkan kota Jakarta.

Jakarta selalu menyisakan cerita macet di tiap harinya, tak hanya pada saat hari raya Idul Fitri saja. Menurut sudut pandang saya ada banyak alasan kenapa Jakarta macet beberapa diantaranya adalah :
  • Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan
  • Jumlah penduduk Jakarta yang padat
  • Banyaknya pendatang ke Jakarta tiap tahunnya
  • Tingginya pembelian mobil di Jakarta karena kemudahan kredit
  • Semakin berkurangnya lahan karena pembangunan perumahan
Ingin Jakarta bebas macet?Jangan pergi ke Jakarta deh...lebih baik bangun desa Anda. Boleh pergi ke Jakarta asalkan Anda memiliki skill dan pendidikan yang mumpuni
Demikian menurut saya sih......Thanks for reading.


Salam hangat,



Ningrum















Back to Top