Wednesday, May 25, 2016

Please Deh, Jangan Bebani Anak




Assalamu'alaikum wr. wb.

Dear readers,


Minggu-minggu ini saya sedang sibuk dengan anak-anak.  Mereka sedang menjalani tes semesteran untuk SD. Kakak Lia kelas 5 SD dan adiknya Lala kelas 1 SD.  Karena mereka bersekolah di sekolah swasta Islam, tesnya lebih awal. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana repotnya menemani belajar mereka berdua.  Pusing kepala berbie nih. Untungnya, suami mau membantu menemani belajar. Minta doanya ya readers semoga mereka bisa mengerjakan dengan baik. 

Kalau menurut saya pelajaran SD sekarang jauh lebih sulit dibanding waktu saya masih SD dulu.  Sekarang pelajaran matematika kelas 3 SD saja sudah seperti pelajaran matematika ketika saya SMP.  Kalau matematika kelas 1,2,3 saya masih bisa mengajari anak-anak tapi kalau sudah kelas 4 keatas saya pasrah aja sama ayahnya anak-anak.  Ayahnya lumayan jago matematika dan eksak-eksak gitu. Ya, bagi-bagi tugas dong.

Biasanya kalau lagi tes, untuk  sementara waktu anak-anak tidak saya ijinkan main baik main di luar atau main gadget seperti laptop, hp dll. Kalau belajar sudah selesai, baru saya bolehkan main gadget sebentar.  

Percaya atau tidak, dulu saya juga  termasuk orang tua yang perfeksionis soal nilai .Maunya ya semua angka di rapot itu yang minim 8 atau 9 lah. Terkadang, saya juga marah pada anak-anak bila nilainya jelek. Soalnya di sekolah anak-anak, persaingan nilai sangat ketat. Suami yang terkadang berbalik memarahi saya.  Maksudnya baik sih.  Intinya besok kalau kuliah banyak pelajaran di SD yang tidak digunakan lagi (tidak up to date). Yang penting anak-anak sudah mau belajar, itu sudah bagus kata suami. Justru semangat belajar itulah yang harus ditumbuhkan dari seorang anak.

Contoh kasus  lain adalah ada seorang ibu sebut saja namanya Nina mempunyai anak Novi.  Novi ini dikelasnya termasuk anak yang pandai rangkingnya 5 besar. Bu Nina ingin agar nilai matematika Novi selalu bagus, diatas 8.  Novi dileskan ke guru les privat. Ternyata, dileskanpun nilai matematikanya tidak terkatrol.  Cuman hanya pada angka 8. Itupun, Bu Nina masih melabeli Novi dengan kata-kata "payah".  

Karena sifat saya yang perfeksionis di "angka", dan tahu saya hobi baca, maka suami suatu saat pulang kerja suami menghadiahi buku ini.  Buku positive Parenting karya Muhammad Fauzil Adhim.  Bukunya enak banget untuk dibaca.  Bahasanya sangat cerdas dan mengalir, diselingi gambar-gambar yang sangat ilustratif ala parenting.




Bagian dari bab-bab di buku ini semua saya sukai, namun kata-kata yang sampai sekarang saya ingat adalah :

Apa perbedaan mengejar anjing dan dikejar anjing ?

Mengejar anjing, meski anjingnya sudah jauhpun kita akan semangat terus, biasanya sambil membawa batu, kayu atau apapun yang ada di sekitar kita. Perasaan kita akan selalu senang karena merasa menang.

Sementara dikejar anjing, kita akan selalu merasa ketakutan dan perasaan kita menjadi tidak senang, takut dan kalah.  

Begitulah perumpamaan apabila kita terlalu membebani anak dengan angka-angka dan nilai-nilai sekolah yang terlalu tinggi. Bisa jadi, kitalah yang berubah menjadi "anjing". Bukankah masih banyak kecerdasan lain-lain yang dimiliki seorang anak (multiple inteligence). Anak yang tak pandai di bidang matematika, boleh jadi dia memiliki kecerdasan di bidang verbal seperti bahasa Inggris. Sebaliknya, anak yang pandai di bidang matematika boleh jadi dia agak "kurang" di bidang verbal. Namun, bukan berarti lantas kita membiarkan anak tidak belajar. Bukan itu. Berilah anak semangat belajar, namun jangan dibebani. Nilai harus 9, nilai harus 100.  Bayangkan, bila kita di posisi mereka. Bisa stress deh.

Buku Muhammad Fauzil Adhim ini sangat fenomenal dan best seller pada masanya.  Saya masih ingat benar waktu itu si kakak baru kelas 1 SD.  Sementara Lala masih 1 tahun. Terakhir, waktu ke Gramedia beberapa bulan yang lalu.  Buku ini masih nangkring di rak toko-toko Gramedia. 

Terus terang saya berterima kasih kepada Muhammad Fauzil Adhim yang telah membuat buku ini.  Karena membaca buku ini saya makin mencintai anak-anak, jarang marah, mencintai dan mensyukuri profesi saya sekarang sebagai seorang ibu rumah tangga. Meski, dulunya saya pernah bersekolah hingga Diploma, namun saya lebih memilih untuk menemani anak-anak karena mereka harta saya, dan kelak akan dipertanyakan pertanggungjawaban saya sebagai seorang ibu.



Salam hangat,


N.i.n.g.r.u.m















12 comments :

  1. stuju mbak,
    aku jg skrg lg berusaha bgd gk menuntut bnyak hal kpd si kecil. bs bgini harus begitu, seperti si anu dan sbgnya. ah semoga bisa, doain ya mbk, en tengs bwt sharenya yak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama2 mbak inda, diberi semangat aja. terimksh sudah mampir

      Delete
  2. Yaps, anak memiliki kecerdasannya masing-masing, tinggal bagaimana mengoptimalkannya...TFS, Mbak :)

    ReplyDelete
  3. Saya punya yg cetakan terbaru buku ini. Buku2 ust. Fauzil Adhim memang OKs punya. Bahasanya pun lembut Dan mudah dipahami. Alhamdulillah pernah dapat kesempatan bertemu Dan Belajar langsung dengan beliau.. Adem banget tausiyahnya :) saya jg dulu academic oriented, sekarang mah dilihat dulu anak butuhnya apa.. Usia sampai delapan tahun memang masih masa2 bermain.. Dr mainnya ini mereka belajar.. Makanya sy pilih skul yg dr kelas 1-3 tidak ada ujian sama sekali. Titik beratnya mengajarkan anak2 bekerja sama bukan berkompetisi :) gak penting lagi nilai di rapor yg pnting akhlaqnya kelak harus terjaga :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. mksh sharingnya mbak Ririt...aku juga pernah ikutan tausiyahnya pas di bymanik dulu..memang asyik bicaranya beliau..sangat down to earth..

      Delete
  4. Setuju mbak..
    Kalau saya sih jangan sampai apa yang saya alami dulu dialami anak saya sekarang. Semoga kita selalu di beri petunjuk dan kemudahan.agar bisa menjadi orang tua yang terbaik untuk anak

    ReplyDelete
    Replies
    1. amin mbak Ade..semoga kita diberi kemudahan dan petunjuk untuk menjadi ortu yang terbaik y ...:)

      Delete
  5. Kalau suami memang lebih ke prestasi, mbak Ningrum. Misalnya kalau ulangan nilainya harus bagus apalagi nilai di rapor, kalau ada yang jelek pasti ditegur. Sementara saya agak santai, saya tahu nilai rapor itu bukan galanya. Kita harus tahu juga kemampuan anak kita dibidang lain. Saat ini Vani saya leskan gitar supaya ada variasi tidak melulu pelajaran sekolah :)

    Jadi kepo sama bukunya nih mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kebalikan ya mbak..suamiku g terlalu..justru aku yg kadang negur..besok lagi lebih baik y.ini dah lumayan mb ketimbang dulu he..he..

      Delete
  6. akupun bertekad ga akan maksa anakku utk jago di semua pelajaran mbak.. tau bgt lah itu ga mungkin.. buatku ya, aku lbh milih anakku menguasai 1 hal yg dia kuasai dengan sangat baik, drpd tahu banyak hal tapi ga ada yg menonjol..

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama mbak Fanny..aku sekarang ke lebih dia menonjol dimana itu yang aku pupuk..trims sharingnya.

      Delete

Mana komentar HOREnya?..agar kita semakin akrab. Insya Allah pasti saya komen balik. Mohon maaf, karena banyaknya komentar spam, maka komentar yang masuk saya moderasi.
Terimakasih telah berkunjung^^



Back to Top